PENDERITAAN YANG MENGGEMBIRAKAN
(Yes. 50:5-9a; Yak. 2:14-18; Mrk. 8:27-35)
MB XXIV/Minggu, 15 September 2024
Yesus menunjukkan sesuatu yang berbeda dari kehidupan pada umumnya. Dunia menawarkan kesenangan dan kenikmatan. Penyakit dan penderitaan bukan menjadi sebuah cita-cita duniawi. Banyak orang cenderung menghindari sakit, kesedihan, dan penderitaan. Orang berupaya dengan sekuat tenaga untuk memalingkan wajah dari kesakitan dan kepedihan hidup. “Kalau ada cara yang menyenangkan, mengapa harus bersusah-susah” adalah sebuah kalimat yang menggambarkan sikap manusiawi yang cenderung lebih memilih kesenangan daripada penderitaan. Yesus mendorong kita untuk berani melewati jalan-jalan yang sulit atau penderitaan, seperti ditolak, dihina, difitnah karena sebuah kebaikan. Yesus berkata, “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari” (Mrk. 8:31). Yesus ingin semangat hidup ini juga menjadi semangat hidup para pengikut-Nya. Oleh sebab itu, bagi-Nya, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mrk. 8:34).
Salib selalu akan hadir dalam perjalanan hidup manusia. Penderitaan adalah bagian dari hidup manusia yang tak terhindarkan. Penolakan, penghinaan, sakit, penghianatan, fitnah, dan berbagai penderitaan lain adalah bagian dari perjalanan hidup manusia. Yesus mengajak setiap orang untuk berani menghadapi penderitaan-penderitaan karena Dia sendiri telah menderita demi manusia, dan penderitaan menjadi jalan kebahagiaan. Hanya dengan jalan penderitaan maka ada keselamatan. Yesus menderita supaya kita memperoleh keselamatan. Belajar dari Yesus, maka kita pun harus berani menderita.
Oleh sebab itu, keberanian untuk menderita ini tidak dengan maksud bahwa kita merasa puas ketika menderita, tetapi pertama-tama kita mengikuti Yesus yang telah lebih dulu menderita bagi kita. Selain itu, terdapat kebahagiaan di dalam penderitaan. Setiap orang yang menderita harus berbahagia karena bukan dunia menghiburnya, tetapi Tuhan-lah yang menghiburnya (bdk. Mat. 5:4). Selanjutnya, keberanian untuk menerima penderitaan memampukan kita untuk berbela rasa dengan orang yang menderita dan memiliki kemampuan untuk menyentuh luka-luka sesama (GE, art. 76). Lagi pula, kita patut bersukacita karena jalan penderitaan memberikan nilai yang berharga terhadap setiap pencapaian dan membentuk karakter hidup yang lebih kuat. Selalu saja ada rahmat di tengah penderitaan. Penderitaan tidak menjadi alasan bagi kita untuk tidak bersyukur. Kita menderita karena sakit, penolakan, tetapi jangan lupa untuk bersyukur karena masih begitu banyak karunia Allah di dalam hidup kita (bdk. GE, art. 126).
Paus Fransiskus menyebutkan bahwa ketika kita menderita karena orang lain, kita harus tetap sabar dan bersikap lemah lembut. Kejahatan dibalas dengan kebaikan (Rm. 12:21). Ini tanda kemenangan bukan kekalahan. Kita jangan membuang energi untuk membalas kejatan orang lain, tetapi dengan rendah hati menghadapinya. Kerendahan hati menuntut perendahan diri. Perendahan diri tidak berarti berjalan “tunduk” saja, tetapi menunjuk pada keberanian diri untuk menanggung resiko kehilangan reputasi akibat membela kebenaran (bdk. GE, art. 112-147).
Memang tidak mudah menghadapi penderitaan dalam hidup. Yesus mengajak kita untuk berani menderita. Namun kita adalah manusia lemah yang gampang membalas penderitaan dengan penderitaan pula. Agar kita mampu mampu menerima penderitaan, maka teruslah berdoa kepada. Kekuatan batin untuk sabar menghadapi penderitaan, seperti kebenciaan dan penderitaan, bisa terjadi karena doa (bdk. GE, art. 112). Berdoa saat menderita tidak pertama-tama untuk memohon kekuatan dari Tuhan, tetapi juga pengampunan serta berkat bagi orang yang mengakibatkan penderitaan. Berdoa terus menerus memampukan kita untuk merasakan kehadiran Tuhan dalam penderitaan dan memaafkan musuh yang mengakibatkan kita menderita (bdk. Mat. 5:43–44). Doa yang memiliki daya yang kuat untuk hidup dalam karya Tuhan yang penuh untuk memuji Tuhan dan mengasihi sesama adalah Ekaristi (bdk. GE, art. 157).#novlymasriat.